DOMESTIC MINIMUM TAX

Misi Pajak Terhalang Regulasi

Bisnis Indonesia, Jakarta, 24 Agustus 2023, hal: 11

Misi negara dalam rangka mengamankan hak pemajakan atas perusahaan multinasional terganjal aspek regulasi. Jika tak direspons dengan sigap, skema pajak minimum yang rencananya diterapkan pada tahun depan itu bakal merugikan Indonesia.

Misi pengamanan pajak yang dimaksud adalah pajak minimum domestik atau qualified domestic minimum tax (QDMT) yang wajib disusun dalam rangka mengamankan hak negara menyusul implementasi global minimum tax atau pajak minimum global.

Pasalnya, skema yang diatur dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (Globe) berisiko menghilangkan hak pemajakan negara-negara berkembang yang masih memberikan insentif kepada wajib pajak badan.

Pilar 2 menyasar perusahaan multinasional dengan threshold peredaran bruto di atas 750 juta euro per tahun dengan tarif 15%. Artinya, seluruh negara wajib menetapkan tarif pajak korporasi minimal sebesar 15%.

Skema ini pun memaksa pemerintah untuk melakukan reformasi insentif pajak. Sepanjang insentif masih ditebar atau pemerintah memberlakukan tarif PPh Badan kepada perusahaan multinasional di bawah 15%, maka Indonesia kehilangan potensi penerimaan.

Pudarnya potensi penerimaan itu disebabkan oleh ketentuan pada Pilar 2 yang memberikan kewenangan kepada negara domisili atau negara asal korporasi untuk memungut pajak jika negara pasar menetapkan tarif di bawah 15%.

Klausul inilah yang kemudian direspons oleh sederet negara peserta konsensus untuk menyusun kebijakan QDMT untuk meng­amankan penerimaan.

Persoalannya, regulasi di Indonesia belum mengakomodasi skema tersebut, termasuk beleid sapu jagat di bidang pajak yakni UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Managing Partner and Head of Tax RSM Indonesia Ichwan Sukardi, mengatakan saat ini Indonesia masih melakukan pengkajian terhadap dampak dari Pilar 2 terhadap skema insentif dan penerimaan negara.

Hanya saja, ada tantangan besar yang dihadapi pemangku kebijakan, yakni belum adanya legalitas alias payung hukum yang mengakomodasi ketentuan tersebut.

“Kami menghadapi tantangan legal khususnya QDMTT. Menurut aturan konstitusi, harus disetujui oleh parlemen, harus mengajukan ke parlemen, saya rasa ini benar-benar challenging bagi pemerintah,” katanya, Rabu (23/8).