Terobosan pemerintah dalam meluncurkan kontrak kerjasama yang lebih menarik dan kepastian ketentuan perpajakan merupakan daya tarik dalam investasi di industri minyak dan gas bumi.

Dengan terus meningkatnya biaya cost recovery dan menurunnya penerimaan negara dari minyak dan gas bumi (migas), membuat pemerintah melakukan terobosan untuk bisa menarik investor melakukan kegiatan ekplorasi di Indonesia, salah satunya dengan memperkenalkan Gross-split PSC yang merupakan varian dari Production Sharing Contract (PSC).

Apa itu Gross split PSC?

Berbeda dengan PSC yang kita tahu selama ini, Gross-split PSC membagi hasil produksi tanpa memperhitungkan mekanisme cost recovery. Gross-split PSC diluncurkan melalui Peraturan Menteri ESDM No. 8 tahun 2017 yang kemudian direvisi dengan  Peraturan Menteri ESDM No. 52 tahun 2017. 

Bagi hasil migas dihitung berdasarkan jumlah gross produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

Penghasilan Kontraktor untuk Kontrak Bagi Hasil Gross Split diakui pada titik penyerahan dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia, dan base split antara kontraktor dan pemerintah adalah:

  • Minyak: Pemerintah 57% dan Kontraktor 43%,
  • Gas: Pemerintah 52% dan Kontraktor 48%.

Gross-split PSC diharapkan bisa menjadi faktor penarik investasi di eksplorasi migas, karena tambahan bagi hasil akan menjadi semakin besar jika risiko atau kesulitan semakin besar. Sebagai contoh, adanya penyesuaian bagi hasil untuk kontraktor sebesar 16% jika aktivitas eksplorasi dilakukan di laut dalam lebih dari 1000m.  Kontrak Gross-split PSC ini pertama kali diberikan kepada Pertamina pada blok Offshore Nortwest Java (ONWJ) yang ditanda tangani 16 Januari 2017.

Ketentuan perpajakan dalam Gross-split PSC

Jika kita ingat, penawaran kontrak Gross-split di awal tahun 2017 sangat sepi peminat sehingga diperpanjang sampai November 2017. Kurangnya animo karena belum adanya aturan perpajakan mengenai Gross-split PSC pada waktu itu. Aturan perpajakan Gross-split PSC baru dikeluarkan tanggal 27 Desember 2017melalui Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2017 (PP 53), dan hasilnya ada lima kontraktor bereputasi tinggi sebagai pemenang.

Beberapa fitur perpajakan yang ditawarkan oleh PP 53 hampir sama dengan yang ditawarkan dalam skema PSC biasa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang berlaku bagi PSC sebelumnya, namun terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian.

Beberapa ketentuan perpajakan yang diharapkan dapat menjadikan Gross-split PSC menjadi semakin menarik adalah tarif pajak penghasilan yang mengikuti peraturan yang berlaku, yang cenderung terus menurun. Selain itu, kompensasi kerugian juga diatur khusus menjadi sepuluh tahun, yang lebih panjang dari aturan umum selama lima tahun. Fasilitas pajak lainnya seperti pembebebasan Brach Profit Tax (BPT) atas penghasilan dari luar kontrak PSC, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sampai 100% , pembebasan PPh dan PPN atas import barang selama masa eksplorasi, pembebasan PPh dan PPN atas cost sharing.

KEY POINTS

  • Kepastian aturan pajak dalam usaha di industri migas menjadi salah satu faktor penentu utama keputusan investasi.
  • Masih ada beberapa isu perpajakan yang dapat ditinjau agar dapat menarik investasi seperti pembayaran pajak tidak langsung dan pajak daerah yang pada kontrak Gross-split ditanggung oleh kontraktor dan menjadi tambahan biaya.

 

Artikel ini dapat dilihat di Bisnis Indonesia, 14 Mei 2018