press-release-icon-clear.png​ Pendanaan melalui pasar modal dapat menjadi alternatif bagi Pemda untuk membiayai proyek pembangunan. Aspek akuntansi, pelaporan keuangan, dan pengendalian internal merupakan faktor penting dalam persiapan awal yang harus menjadi perhatian.

Desember 2017 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan beberapa peraturan tentang penerbitan obligasi/sukuk daerah, antara lain Peraturan OJK (POJK) No.61/POJK.04/2017, POJK No.62/POJK.04/2017, dan POJK No.63/POJK.04/2017. Pada saat peluncuran disampaikan bahwa beberapa daerah dinilai telah siap untuk menerbitkan obligasi daerah.

Penerbitan obligasi daerah dan/atau sukuk daerah harus memperoleh persetujuan pihak terkait, yakni  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, serta adanya Peraturan Daerah yang mengatur mengenai penerbitan Obligasi atau Sukuk Daerah. Selain itu, laporan keuangan Pemda harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Berbeda dengan obligasi korporasi, ada fasilitas yang diberikan untuk penerbitan obligasi/sukuk daerah, antara lain tidak adanya keharusan untuk menyampaikan:

  • surat dari Akuntan (comfort letter) sehubungan dengan perubahan keadaan keuangan daerah yang terjadi setelah tanggal laporan keuangan Pemda,
  • surat per- nyataan dari Kepala Daerah di bidang akuntansi, dan tidak ada kewajiban pemeringkatan obligasi dan/atau sukuk daerah.

Walaupun proses penerbitan obligasi/sukuk daerah  terlihat lebih ringan, Pemda perlu secara serius bersiap dan melakukan pembenahan.

Evaluasi mengenai kelayakan obligasi/sukuk daerah sebagai sumber pembiayaan perlu dilakukan. Analisis kebutuhan pembiayaan pembangunan dibandingkan dengan kecukupan sumber pembiayaan dalam APBD, serta jika relevan evaluasi kelayakan proyek yang akan didanai dan kajian sumber-sumber pendanaan yang   layak bagi proyek tersebut, serta proyeksi sumber pembayaran kembali pokok dan bunga obligasi daerah. Hal ini penting  untuk bisa meyakinkan para pemangku kepentingan dalam rangka memperoleh persetujuan.

Pemda perlu mengevaluasi, antara lain, kelayakan proses pelaporan keuangan, kecukupan pengendalian  internal khususnya terkait pelaporan keuangan serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, serta kelayakan infrastruktur yang mendukung proses akuntansi dan pelaporan keuangan.

Laporan keuangan Pemda disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), sementara regulasi pasar modal terkait akuntansi dan pelaporan umumnya berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dalam konteks ini, kecukupan pengungkapan sesuai SAK yang berlaku dan Peraturan Bapepam-LK/OJK No. VIII.G.7 menjadi relevan.

Pemda perlu paham konse- kuensi dari penerbitan obligasi/sukuk, termasuk mengenai keterbukaan informasi kepada publik, seperti penyampaian Laporan Rea- lisasi Penggunaan Dana Obligasi/Sukuk setiap bulan sampai seluruh dana hasil penawaran telah direalisasikan, perubahan Kepala Daerah, pembelian kembali obligasi/sukuk, keterlambatan realisasi pembayaran bunga/imbal hasil, dan/atau pokok.

Terakhir, struktur kelembagaan Pemda harus dikaji dan disesuaikan. Unit khusus yang melaksanakan fungsi pengelolaan obligasi/sukuk daerah wajib ada untuk memastikan agar kepatuhan pada peraturan pasar modal termasuk keterbukaan informasi kepada publik dan pe-nyampaian laporan ke OJK secara tepat waktu.

KEY POINTS

  • Walaupun proses penerbitan obligasi/sukuk daerah  terlihat lebih ringan dibandingkan korporasi, Pemda perlu bersiap dan melakukan pembenahan internal.
  • Pemda perlu mengevaluasi kelayakan proses pelaporan keuangan, kecukupan pengendalian internal atas  pelaporan keuangan.

 

Artikel ini dapat dilihat di Bisnis Indonesia, 22 Januari 2018