press-release-icon-clear.png​Obligasi Daerah seharusnya tidak membuat pemerintah daerah terjebak paradigma pembiayaan hanya untuk infrastruktur yang berbayar, tetapi dapat mengembangkan berbagai fasilitas publik yang memiliki nilai tambah dan kesiapan masyarakat untuk berpartisipasi sebagai investor agar dapat turut menikmati fasilitas tersebut.

Tersendatnya berbagai program strategis daerah karena kurangnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi permasalahan diera otonomi daerah. Daerah harus memaksa diri mencari pendanaan untuk menjalankan proyek strategis.

Wacana Obligasi Daerah (Obda) sudah lama digulirkan sebagai salah satu alternatif pendanaan proyek strategis daerah, dan mencuat kembali pasca keluarnya tiga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) diakhir tahun 2017. Adanya regulasi tersebut menjadi “cahaya baru” bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendapatkan arahan yang lebih jelas dan mudah untuk dapat menerbitkan Obda. Selain itu, Obda bisa menjadi penawaran yang cukup menarik bagi investor sebagai instrumen baru dalam berinvestasi.

Persiapan Obligasi Daerah

Pertama, Pemda wajib mendapatkan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan memenuhi Debt Service Coverage Ratio minimal 2,5.

Kedua, perlu dibentuk tim khusus. Tim ini tidak harus berasal dari kalangan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pemda dapat bekerja sama dengan pihak lain yang kompeten dalam mempersiapkan rencana dan berbagai jenis strategi Obda, termasuk mengawasi detail persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tim ini menjadi motor penggerak untuk meningkatkan kepercayaan dari calon investor untuk mendapatkan pendanaan.

Ketiga adalah peran pemerintah pusat dalam mengawasi setiap daerah yang akan menerbitkan Obda. Pemerintah pusat tidak akan menjamin Obda, tetapi perlu diperhatikan gagal bayar selalu saja bisa membayangi setiap investor. Salah satu indikator yang perlu diperhatikan adalah berdasarkan Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama tahun 2016 dari seluruh total potensi kerugian daerah, 55% karena belum dilakukan pelunasan kepada rekanan. Tentu ini perlu menjadi catatan  bahwa ketika menerbitkan Obda, Pemda harus tertib melunasi pembayaran kupon kepada investor.

Keempat, Pemda harus menilik dengan matang proyek yang paling bermanfaat bagi masyarakat. Mengingat Obda diharuskan untuk mendanai proyek strategis yang memiliki pengembalian, Pemda harus lebih kreatif dan inovatif dalam menentukan jenis proyek. Misalnya, daerah di pinggir pantai mungkin harus lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur wisata bahari dan perikanan & kelautan, dibandingkan jalan tol.

Inovasi Proyek Strategis

Penting bagi Pemda untuk  tidak terjebak pada euforia untuk mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga. Paradigma yang harus dibangun adalah bagaimana menciptakan ruang inovasi untuk mendapatkan proyek yang paling bermanfaat bagi rakyat.

Pemda perlu menilik dengan tepat berbagai macam kebutuhan dan inovasi proyek    tertentu yang akan didanai. Banyak pilihan proyek strategis yang dapat didanai untuk kebutuhan masyarakat, dan masyarakat perlu dibangun kesadarannya agar berpatisipasi dengan menjadi investor untuk mendapatkan fasilitas yang akan diperoleh. Berdasarkan studi di Amerika yang dikeluarkan oleh Municipal Securities Rulemaking Board (MSRB), 43% investor Obda adalah masyarakat (ritel).

Pembangunan Indonesia dimulai dari inovasi pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah, dengan itu Obda menjadi sebuah jalan baru untuk menciptakan inovasi proyek strategis bagi seluruh daerah di Indonesia.

KEY POINTS

  • Pemda perlu memastikan kesiapan dan memiliki rencana komprehensif yang mencakup keseluruhan aktifitas dari pra dan pasca penerbitan.
  • Kerja sama dengan pihak lain dapat mendukung konsistensi pelaksanaan.
  • Inovasi proyek strategis harus dilakukan Pemda agar tidak terjebak pembuatan proyek strategis yang tidak tepat guna.

 

Artikel ini dapat dilihat di Bisnis Indonesia, 12 Februari 2018